Selasa, 11 Oktober 2016

Pengaruh Modified Atmosphere Packaging pada mikroorganisme

           Dengan jumlah populasi dunia yang terus meningkat, kebutuhan akan pangan pun mengikuti arus peningkatan ini, sehingga berbagai upaya dan usaha untuk memperbaiki  produktifitas pangan dicoba dan terus dikembangkan.
MAP atau Modified Atmosphere Packaging merupakan salah satu dari usaha peningkatan produksi pangan. MAP pertama kali dikenalkan oleh Brown (1922) yang mendemonstrasikan bahwa perbedaan konsentrasi dari CO2 dan O2 pada berbagai temperatur dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur, dan terus dikembangkan hingga menjadi MAP seperti yang kita kenal saat ini.
Penyebab rusaknya makanan bervariasi, tergantung dari komposisinya, juga bagaimana makanan itu dikemas, disimpan, dan diproses. MAP bertujuan untuk meningkatkan umur simpan makanan dengan menggunakan kemasan yang dapat menahan keluar masuknya gas sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan dapat dikendalikan dan dalam merancang rezim MAP untuk produk apapun faktor yang perlu di kontrol antara lain adalah mikroba, fisiologis, kimia dan perubahan fisik.
Perkembangan mikroba pada makanan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : pH, aw, potensial redoks, komposisi, karakteristik fisik, suhu, kemasan, adanya pengawet dan mikroflora dalam produk juga berbagai faktor lainnya. Faktor-faktor ini dianggap rintangan yang dapat diterapkan pada produk baik secara individu maupun dengan mengkombinasikannya untuk menghambat kerusakan pangan dari pertumbuhan mikroba, sehingga memperpanjang umur simpan.
Ketika MAP akan diterapkan sebagai rintangan untuk memperpanjang umur simpan, hal pertama yang harus diperhatikan adalah menentukan jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan pembusukan, kemudian menentukan suasana gas yang cocok, lapisan kemasan, dan suhu penyimpanan yang sesuai untuk menghentikan atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme. Selanjutnya, apakah pengaruh penerapan metode MAP bagi mikroorganisme dalam makanan?
Secara umum bakteri Gram-negatif seperti seperti Pseudomonas spp, Entero-bateriaceae, Acinetobacter spp. dan Moraxella spp. Lebih sensitif terhadap CO2 dari pada bakteri Gram-positif, bakteri ini juga dapat dihambat oleh suhu rendah. Oleh karena itu, produk biasanya dikemas dengan konsentrasi tinggi CO2 dan disimpan pada suhu rendah, hal ini juga memungkinkan bakteri Gram-positif, seperti bakteri asam laktat, untuk tumbuh dan menjadi organisme yang dominan (Church, 1994). Hal ini jelas ditunjukkan oleh Smith et al. (1983) yang menemukan Bacillus licheniformis dan Leuconostoc mesenteroides menjadi mikroorganisme dominan dalam crumpets gaya Inggris yang dikemas dalam suasana 60% CO2 dan 40% N2. Penelitian lain oleh Gibson et al. (2000) telah menunjukkan bahwa 100% CO2 memperlambat laju pertumbuhan Clostridium botulinum, dan bahwa efek ini ditingkatkan dengan konsentrasi NaCl yang tepat dan suhu dingin. Meskipun lebih tahan, Listeria monocytogenes juga dapat dihambat dengan menggabungkan CO2 dengan suhu rendah, penurunan aktivitas air dan penambahan sodium lactate (Devlieghere et al., 2001). Demikian pula, CO2 menghambat pertumbuhan Yersinia enterocolitica dan Aeromonas hydrophilia pada suhu didinginkan (Doherty et al, 1995;. Bodnaruk dan Draughton, 1998;. Devlieghere et al, 2000a). Rintangan gabungan garam, natrium laktat, menurunkan aw, dan penggunaan penyimpanan berpendingin, misalnya, diperlukan untuk mengontrol C. botulinum dan Y. enterocolitica di produk daging MAP (Devlieghere et al., 2000b).
Tidak adanya O2 di atmosphere tentunya akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme aerobik. Pembatasan atau penghapusan O2 dapat secara efektif digunakan untuk mengontrol mikroorganisme yang membutuhkannya, seperti jamur. Sayangnya, suasana anaerobik juga merupakan tempat yang nikmat bagi pertumbuhan dan produksi racun C. Botulinum.

Atmosfer anaerobik harus digunakan dengan sangat hati-hati dalam produk MAP. Rintangan lainnya, seperti pH, pengawet, dan suhu rendah, juga harus diterapkan untuk menghambat pembentuk spora anaerobik dan patogen lainnya. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya, sehingga program jaminan kualitas, seperti Good Manufacturing Practice (GMP) dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), menetapkan prasyarat dalam pembuatan produk MAP.

0 komentar:

Posting Komentar