Dengan jumlah populasi dunia yang terus meningkat, kebutuhan akan
pangan pun mengikuti arus peningkatan ini, sehingga berbagai upaya dan usaha
untuk memperbaiki produktifitas pangan dicoba dan terus dikembangkan.
MAP atau Modified Atmosphere Packaging merupakan salah satu
dari usaha peningkatan produksi pangan. MAP pertama kali dikenalkan oleh Brown
(1922) yang mendemonstrasikan bahwa perbedaan konsentrasi dari CO2 dan O2 pada
berbagai temperatur dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur, dan terus dikembangkan
hingga menjadi MAP seperti yang kita kenal saat ini.
Penyebab rusaknya makanan bervariasi, tergantung dari komposisinya,
juga bagaimana makanan itu dikemas, disimpan, dan diproses. MAP bertujuan untuk
meningkatkan umur simpan makanan dengan menggunakan kemasan yang dapat menahan
keluar masuknya gas sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan dapat
dikendalikan dan dalam merancang rezim MAP untuk produk apapun faktor yang
perlu di kontrol antara lain adalah mikroba, fisiologis, kimia dan perubahan
fisik.
Perkembangan mikroba pada makanan dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti : pH, aw, potensial redoks, komposisi, karakteristik fisik, suhu,
kemasan, adanya pengawet dan mikroflora dalam produk juga berbagai faktor
lainnya. Faktor-faktor ini dianggap rintangan yang dapat diterapkan pada produk
baik secara individu maupun dengan mengkombinasikannya untuk menghambat
kerusakan pangan dari pertumbuhan mikroba, sehingga memperpanjang umur simpan.
Ketika MAP akan diterapkan sebagai rintangan untuk memperpanjang
umur simpan, hal pertama yang harus diperhatikan adalah menentukan jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan pembusukan, kemudian menentukan suasana
gas yang cocok, lapisan kemasan, dan suhu penyimpanan yang sesuai untuk
menghentikan atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme. Selanjutnya, apakah
pengaruh penerapan metode MAP bagi mikroorganisme dalam makanan?
Secara umum bakteri Gram-negatif seperti seperti Pseudomonas spp,
Entero-bateriaceae, Acinetobacter spp. dan Moraxella spp. Lebih sensitif
terhadap CO2 dari pada bakteri Gram-positif, bakteri ini juga dapat dihambat
oleh suhu rendah. Oleh karena itu, produk biasanya dikemas dengan konsentrasi
tinggi CO2 dan disimpan pada suhu rendah, hal ini juga memungkinkan bakteri
Gram-positif, seperti bakteri asam laktat, untuk tumbuh dan menjadi organisme
yang dominan (Church, 1994). Hal ini jelas ditunjukkan oleh Smith et al. (1983)
yang menemukan Bacillus licheniformis dan Leuconostoc mesenteroides menjadi
mikroorganisme dominan dalam crumpets gaya Inggris yang dikemas dalam suasana
60% CO2 dan 40% N2. Penelitian lain oleh Gibson et al. (2000) telah menunjukkan
bahwa 100% CO2 memperlambat laju pertumbuhan Clostridium botulinum, dan bahwa
efek ini ditingkatkan dengan konsentrasi NaCl yang tepat dan suhu dingin. Meskipun
lebih tahan, Listeria monocytogenes juga dapat dihambat dengan menggabungkan
CO2 dengan suhu rendah, penurunan aktivitas air dan penambahan sodium lactate
(Devlieghere et al., 2001). Demikian pula, CO2 menghambat pertumbuhan Yersinia
enterocolitica dan Aeromonas hydrophilia pada suhu didinginkan (Doherty et al,
1995;. Bodnaruk dan Draughton, 1998;. Devlieghere et al, 2000a). Rintangan
gabungan garam, natrium laktat, menurunkan aw, dan penggunaan penyimpanan
berpendingin, misalnya, diperlukan untuk mengontrol C. botulinum dan Y.
enterocolitica di produk daging MAP (Devlieghere et al., 2000b).
Tidak adanya O2 di atmosphere tentunya akan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme aerobik. Pembatasan atau penghapusan O2 dapat secara efektif
digunakan untuk mengontrol mikroorganisme yang membutuhkannya, seperti jamur.
Sayangnya, suasana anaerobik juga merupakan tempat yang nikmat bagi pertumbuhan
dan produksi racun C. Botulinum.
Atmosfer anaerobik harus digunakan dengan sangat hati-hati dalam
produk MAP. Rintangan lainnya, seperti pH, pengawet, dan suhu rendah, juga
harus diterapkan untuk menghambat pembentuk spora anaerobik dan patogen lainnya.
Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya, sehingga program jaminan
kualitas, seperti Good Manufacturing Practice (GMP) dan Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP), menetapkan prasyarat dalam pembuatan produk MAP.